Ipar Tony Blair, Lauren Booth, 43
tahun, mengatakan dia sekarang memakai jilbab yang menutupi kepala setiap kali
meninggalkan rumah. Ia juga mengaku melakukan shalat lima kali sehari dan
mengunjungi masjid setempat kapanpun dia bisa. Lauren berprofesi sebagai
wartawan dan penyiar televisi. Dia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim enam
minggu lalu setelah mengunjungi tempat suci Fatima al-Masumeh di kota Qom. “Ini
adalah Selasa malam, dan saya duduk dan merasa ini suntikan morfin spiritual,
hanya kebahagiaan mutlak dan sukacita,” ujarnya.
Sebelum pergi ke Iran, ia mengaku telah
tertarik pada Islam dan telah menghabiskan banyak waktu untuk bekerja sebagai
wartawan di Palestina. “Saya selalu terkesan dengan kekuatan dan kenyamanan
berada di tengah-tengah Muslimin,” katanya. Menurut Kevin Brice dari Swansea
University, yang memiliki spesialisasi dalam mempelajari konversi keyakinan,
menyatakan gelombang para wanita terpelajar Inggris yang beralih keyakinan
menjadi Muslim merupakan bagian dari tren menarik.
“Mereka mencari inti spiritualitas,
arti yang lebih tinggi, dan cenderung untuk berpikir secara mendalam sebelum
memutuskan. Namun dalam konteks ini, saya menyebutnya fsebagai fenomena
“mengkonversi kenyamanan”. Mereka akan menganggap agama adalah alat
menyenangkan suami Muslim mereka dan keluarganya, tapi tidak akan selalu
menghadiri masjid, berdoa, dan berpuasa,” ujarnya.
Camilla Leyland 32 tahun seorang guru
Yoga, penampilan dulu dan sekarang
Benarkah demikian? Kristiane Backer,
wanita 43 tahun dan mantan VJ MTV yang menjadi ikon kehidupan Barat liberal
yang dirindukan remaja saat mudanya, menggeleng. “Masyarakat permisif yang saya
dambakan ketika muda dulu ternyata sangat dangkal, tak memberi ketenteraman
batin apapun,” ujarnya.
Titik balik untuk Kristiane muncul
ketika dia bertemu mantan pemain kriket Pakistan dan seorang Muslim, Imran Khan
pada tahun 1992. Dia membawanya ke Pakistan. Di negara kekasihnya itu, dia
segera tersentuh oleh spirtualitas dan kehangatan dari orang-orang Islam di
negara itu. “Meskipun kemudian hubungan asmara saya dengan Imran Khan kandas,
semangat saya mempelajari Islam tak turut kandas. Saya mulai mempelajari Islam
dan akhirnya menjadi mualaf,” ujarnya.
Menurutnya, Islam adalah agama bervisi.
“Di Barat, kami menekankan untuk alasan yang dangkal, seperti apa pakaian untuk
dipakai. Dalam Islam, semua orang bergerak ke tujuan yang lebih tinggi.
Semuanya dilakukan untuk menyenangkan Tuhan. Itu adalah sistem nilai yang
berbeda,” tambahnya.
Penulis Eva Ahmad Sebelah Kanan dan
Lynne Ali yang kini menjadi seorang Muslimah
Untuk sejumlah besar wanita, kontak
pertama mereka dengan Islam berasal dari kencan pacar Muslimnya. Lynne Ali, 31,
dari Dagenham di Essex, mengakuinya. Di masa lalu, hidupnya hanyalah pesta.
“Aku akan pergi keluar dan mabuk dengan teman-teman, memakai pakaian ketat dan
mengerling siapapun lelaki yang ingin aku kencani,” ujarnya.
Di sela-sela pekerjaannya sebagai DJ
sebuah kelab malam papan atas London, ia menyempatkan ke gereja. Tetapi ketika
ia bertemu pacarnya, Zahid, di universitas, sesuatu yang dramatis terjadi.”Dia
mulai berbicara kepadaku tentang Islam, dan itu seolah-olah segala sesuatu
dalam hidupku dipasang ke tempatnya. Aku pikir, di bawah itu semua, aku pasti
mencari sesuatu, dan aku tidak merasa hal itu dipenuhi oleh gaya hidup
hura-huraku dengan alkohol dan seks bebas.”
Pada usia 19 tahun, Lynne memutuskan
menjadi mualaf. “Sejak hari itu pula, aku memutuskan mengenakan jilbab,”
ujarnya. “Ini adalah tahun ke-12 rambut saya selalu tertutup di depan umum. Di
rumah, aku akan berpakaian pakaian Barat normal di depan suami saya, tapi tidak
untuk keluar rumah.”
Lauren Booth, ipar dari mantan Perdana
Menteri Inggris Tony Blair yang menjadi muslim setelah mendapat pengalaman
spiritual di Iran
Survei YouGov baru-baru ini
menyimpulkan bahwa lebih dari setengah masyarakat Inggris percaya Islam adalah
pengaruh negatif yang mendorong ekstremisme, penindasan perempuan dan
ketidaksetaraan. Namun statistik membuktikan konversi Islam menunjukkan
perkembangan yang signifikan. Islam adalah, setelah semua, agama yang
berkembang tercepat di dunia. “Bukti menunjukkan bahwa rasio perempuan Barat
mengkonversi untuk laki-laki bisa setinggi 2:1,” kata sosiolog Inggris, Kevin
Brice.
Selain itu, katanya, umumnya perempuan
mualaf ingin menampilkan tanda-tanda dari agama baru mereka – khususnya jilbab
– walaupun gadis Muslim yang dibesarkan dalam tradisi Islam justru malah
memilih tak berjilbab. “Mungkin sebagai akibat dari tindakan ini, yang
cenderung menarik perhatian, Muslim mualaflah yang sering
melaporkandiskriminasi terhadap mereka daripada mereka yang menjadi Muslimah sejak
lahir,” tambahnya.
Hal itu diakui Backer. “Di Jerman, ada
Islamophobia. Saya kehilangan pekerjaan saya ketika saya bertobat. Ada kampanye
untuk melawan saya dengan sindiran tentang semua Muslim mendukung teroris –
intinya saya difitnah. Sekarang, saya presenter di NBC Eropa,” ujarnya.
Hal itu diamini Lyne. “Aku menyebut
diriku seorang Muslim Eropa, yang berbeda dengan mereka yang menjadi Muslim
sejak lahir. Sebagai seorang Muslim Eropa, saya mempertanyakan segala sesuatu –
saya tidak menerima secara membabi-buta. Dan pada akhirnya harus diakui, Islam
adalah agama yang paling logis secara logika,” ujarnya.
“Banyak perempuan mualaf di Inggris
juga mengkonversi agamanya karena tertarik dengan kehangatan hubungan di antara
sesama Muslim. “Beberapa tertarik untuk merasakan kembali nilai-nilai yang
telah mengikis di Barat,” kata Haifaa Jawad, dosen senior di Universitas
Birmingham, yang telah mempelajari fenomena konversi agama. “Banyak orang, dari
semua lapisan masyarakat, meratapi hilangnya tradisi menghargai orang tua dan
perempuan, misalnya. Ini adalah nilai-nilai yang termuat dalam Quran, yang umat
Islam harus hidup dengannya,” tambahnya Brice.
Nilai-nilai seperti ini pula yang
menarik Camilla Leyland, 32, seorang guru yoga yang tinggal di Cornwall, pada
Islam. Ia seorang ibu tunggal untuk anak, Inaya, dua tahun. Ia mengaku menjadi
Muslim pada pertengahan usia 20-an untuk ‘alasan intelektual dan feminis’.
“Aku tahu orang akan terkejut mendengar
kata-kata ‘feminisme’ dan ‘Islam’ dalam napas yang sama, namun pada
kenyataannya, ajaran Alquran memberikan kesetaraan kepada perempuan, dan pada
saat agama itu lahir, ajaran pergi terhadap butir masyarakat misoginis,”
tambahnya. Selama ini, orang salah memandang Islam, katanya. “Islam dituduh
menindas wanita, namun yang aku rasakan ketika dewasa, justru aku merasa lebih
tertindas oleh masyarakat Barat.”
Tumbuh di Southampton – ayahnya adalah
direktur Institut Pendidikan Southampton dan ibunya seorang
ekonom – Camilla pertama kali
bersinggungan dengan Islam di sekolah. Ia mengenal Islam saat kuliah dan
kemudian mengambil gelar master di bidang Studi Timur Tengah. Ketika tinggal
dan bekerja di Suriah, ia menemukan pencerahan spiritual.
Merefleksikan apa yang dia baca di
Alquran, ia menyadari bahwa islamlah yang dicarinya selama ini. “Orang-orang
akan sulit untuk percaya bahwa seorang wanita yang berpendidikan tinggi dari
kelas menengah akan memilih untuk menjadi Muslim,” katanya, menirukan komentar
ayahnya saat itu. Namun ia mantap menjadi Muslimah. Kini, ia yang mengaku tak
pernah meninggalkan shalat lima waktu tapi belum berjilbab ini menyatakan
dirinya telah “merdeka”. “Saya sangat bersyukur menemukan jalan keluar bagi
diri saya sendiri. Saya tidak lagi menjadi budak masyarakat yang rusak.”
http://ilmukita-imam.blogspot.com/search/label/Galeri