Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita
kepada Allah l. Yaitu dengan mempelajari dan mengamalkan serta berpegang
teguh di atas syariat-Nya. Karena di dalamnya ada cahaya dan petunjuk
yang demikian mencukupi untuk membimbing dan mengatur seluruh sisi
kehidupan kita. Mulai dari urusan rumah tangga hingga ketatanegaraan.
Sehingga selama seseorang itu mengikuti petunjuk dan aturan-Nya pasti
dia akan selamat di dunia dan akhirat. Karena Allah l telah berjanji
bagi orang yang mengikuti petunjuk-Nya di dalam firman-Nya:
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)
Maka barangsiapa yang tidak merasa cukup
dengan petunjuk Allah l sehingga menyelisihinya, pasti dia akan rugi
dan celaka. Meskipun orang melihatnya hidup dengan penuh kemewahan dan
serba ada. Namun sesungguhnya dia tidak merasakan kelapangan dan
ketenangan di dalam jiwanya. Karena Allah l telah mengancam bagi
orang-orang yang menyelisihi petunjuk-Nya di dalam firman-Nya:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)
Hadirin rahimakumullah
Seorang muslim yang hakiki tidak akan ridha untuk meninggalkan
petunjuk Allah l. Meskipun ditawarkan kepadanya dunia seisinya. Dia akan
tetap berpegang teguh di atas syariat-Nya meskipun cobaan dan ujian
menimpa dirinya. Karena dia mengetahui bahwa kehidupan yang sesungguhnya
bukanlah di dunia dan apa yang dimilikinya berupa kenikmatan dunia baik
berupa harta, kedudukan, dan yang semisalnya, pasti akan sirna.
Sehingga yang senantiasa diinginkan oleh dirinya adalah meraih kecintaan
Allah l dan diampuni seluruh dosanya serta mendapatkan hidayah dan
curahan rahmat-Nya. Oleh karena itu, dia berusaha untuk mengikuti jalan
Rasulullah n, yaitu dengan menaatinya dan tidak menyelisihinya. Karena
itulah satu-satunya jalan yang harus ditempuh agar dirinya dicintai dan
dirahmati serta diberi hidayah oleh Yang Maha Kuasa. Hal ini sebagaimana
tersebut dalam firman-Nya:
“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai
Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosa
kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah:
‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak mencintai orang-orang kafir’.” (Ali ‘Imran: 31-32)
Maka di dalam ayat tersebut Allah l menjelaskan bahwa menaati
Rasul-Nya adalah konsekuensi dan bukti dari cintanya kepada Allah l,
sementara menyelisihinya adalah tanda kekufuran dirinya kepada Allah l.
Dan Allah l juga memberitakan di dalam Al-Qur`an bahwa barangsiapa
menaati Rasul-Nya akan memperoleh hidayah-Nya. Sebagaimana dalam
firman-Nya:
“Dan jika kalian menaatinya, niscaya kalian akan mendapat hidayah/petunjuk.” (An-Nur: 54)
Begitupula Allah k beritakan bahwa taat kepada Rasul adalah sebab
yang akan mengantarkan kita untuk mendapatkan rahmat-Nya. Sebagaimana
dalam firman-Nya:
“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat.” (Ali ‘Imran: 132)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu, seorang muslim akan mengikuti jalan Rasulullah n
dan akan meninggalkan seluruh ajaran yang menyimpang dari ajarannya n.
Dia tidak akan terburu-buru dalam meyakini dan mengamalkan suatu ajaran
dalam beribadah kepada Allah k, baik yang berupa ucapan maupun amalan
anggota badan. Akan tetapi dia akan menimbang terlebih dahulu seluruh
ucapan dan amalan ibadahnya dengan amalan dan ucapan Rasulullah n.
Apabila sesuai maka diterima, namun apabila bertentangan maka dia akan
menolak, dari manapun datangnya. Karena beliau n bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari
kami maka amalan tersebut ditolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Asy-Syafi’i t mengatakan:
لَقَدْ أَجْمَعَ النَّاسُ عَلَى أَنَّ مَنْ تَبَيَّنَ لَهُ سُنَّةُ
رَسُوْلِ اللهِ n لاَ يَجُوْزُ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
“Para ulama telah sepakat bahwasanya barangsiapa yang telah jelas
baginya jalan Rasulullah n, tidak boleh baginya untuk meninggalkannya
karena ucapan siapapun.”
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa Rasulullah n telah mengingatkan umatnya agar
jangan sampai terjatuh pada perbuatan bid’ah, yaitu mengada-adakan
amalan ibadah baru yang tidak ada syariatnya. Hal ini sebagaimana
tersebut di dalam sabdanya n:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Hati-hatilah kalian dari terjatuh kepada amalan-amalan ibadah baru
yang diada-adakan, karena setiap amalan tersebut adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Bahkan beliau n menyebutkan bahwa perbuatan mengada-adakan amalan
ibadah baru yang tidak ada syariatnya adalah sejelek-jelek amalan.
Sebagaimana tersebut dalam haditsnya:
وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا
“Dan sejelek-jelek amalan adalah amalan ibadah yang diada-adakan
(yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah n dan Al-Khulafa`
Ar-Rasyidin).” (HR. Muslim)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Para ulama telah menjelaskan di dalam kitab-kitab mereka tentang
maksud dari amalan bid’ah. Di antaranya disebutkan bahwa bid’ah adalah
aturan yang diada-adakan dalam beragama yang menandingi syariat dan
dimaksudkan dengan mengikuti aturan tersebut untuk beribadah kepada
Allah l. Dan bid’ah itu bermacam-macam jenisnya. Ada yang berupa amalan
ibadah baru yang sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah n
dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Seperti mengadakan acara perayaaan dan
peringatan hari kelahiran atau hari kematian seseorang. Ataupun dengan
mengubah tata cara ibadah yang telah disyariatkan. Seperti berdzikir
secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang imam setelah selesai dari
shalat berjamaah.
Hadirin rahimakumullah,
Seluruh jenis bid’ah dengan berbagai macamnya adalah sesat, sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi n:
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan Al-Albani t)
Begitu pula dikatakan oleh Abdullah ibnu ‘Umar c:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat meskipun orang-orang menganggapnya baik.”
Maka tidak benar kalau dikatakan ada bid’ah yang baik atau hasanah.
Akan tetapi yang ada adalah sunnah yang hasanah, bukan bid’ah hasanah.
Yaitu melakukan amal ibadah yang disyariatkan dan kemudian dicontoh
serta diikuti oleh yang lainnya. Adapun mendekatkan diri kepada Allah l
dengan amal ibadah yang dibuat sendiri atau dibuat oleh gurunya, hal
tersebut adalah amalan bid’ah dan tidak ada baiknya sama sekali. Karena
seluruh amalan bid’ah adalah keluar dari petunjuk Rasulullah n. Meskipun
kadar kesesatannya dan kejelekannya berbeda-beda.
Akhirnya, marilah kita senantiasa mengikuti wasiat Nabi n untuk
berpegang teguh di atas jalannya. Begitupula wasiat beliau n untuk
berhati-hati terhadap kerusakan yang sangat berbahaya, yaitu bid’ah
serta orang-orang yang mengajaknya. Karena hal itu akan menjauhkan kita
dari agama yang mulia.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْـمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ
صِرَاطِهِ الْـمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ
الْـجَحِيْمِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، الْـمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْـمُبِيْنَ،
وَقَالَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا
عَنْهُ الدِّيْنَ وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا،
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita berusaha untuk selalu menjaga diri-diri kita dari
adzab Allah l dengan bertakwa kepada-Nya. Yaitu dengan senantiasa
mengikuti ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya n dan tidak menyelisihinya.
Karena Allah l telah mengancam orang-orang yang menyelisihi jalan
rasul-Nya dengan ancaman yang keras. Sebagaimana hal ini tersebut di
dalam firman-Nya:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 50)
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa bid’ah adalah bentuk penyelisihan paling besar dari jalan Rasulullah n setelah perbuatan syirik.
Hal ini karena perbuatan bid’ah akan memecah-belah kaum muslimin serta
menyeret pelakunya pada kerusakan agama dan hatinya. Perbuatan bid’ah
akan menjadikan hati pelakunya menjadi benci kepada As-Sunnah. Karena,
hati tidak akan menerima Sunnah Rasul jika sudah ditempati oleh bid’ah.
Oleh karena itu, kita dapati orang yang melakukan atau bergelut dengan
bid’ah serta menghidupkannya adalah orang yang jauh dari Sunnah Nabi n.
Setan akan menghiasi amalan bid’ah sehingga akan menjadi sangat mudah
bagi orang yang tertipu untuk mengamalkannya meskipun harus mengeluarkan
banyak biaya dan menyita sebagian besar waktunya. Dan bid’ah akan
menyeret pelakunya menjadi orang yang sombong untuk menerima kebenaran.
Hal itu karena setiap pelaku bid’ah akan membanggakan dirinya dan
menganggap cara serta amalannya adalah yang paling baik.
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa termasuk dari amalan bid’ah yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslimin adalah mengkhususkan pertengahan bulan Sya’ban
atau yang dikenal dengan istilah Nishfu Sya’ban dengan shalat malam
secara berjamaah.
Al-Imam An-Nawawi t berkata dalam kitabnya Al-Majmu’: “Shalat yang
dikenal dengan istilah shalat Ar-Ragha`ib yaitu shalat 12 rakaat yang
dilakukan antara Maghrib dan ‘Isya pada malam Jum’at pertama di bulan
Rajab dan shalat pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak seratus rakaat,
keduanya adalah amalan bid’ah dan mungkar. Janganlah tertipu karena
disebutkannya dua jenis shalat ini dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya`
‘Ulumuddin. Dan jangan pula tertipu dengan hadits-hadits yang tersebut
di dalam dua kitab tadi. Karena sesungguhnya semua itu batil.”
Berkata pula Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz t:
“Hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban adalah
hadits-hadits yang dha’if. Tidak boleh dijadikan sebagai pegangan.
Sementara hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan shalat pada
malam Nishfu Sya’ban semuanya adalah hadits palsu, sebagaimana telah
diingatkan oleh banyak ulama.”
Maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkan serta
mengistimewakan pertengahan bulan ini daripada hari-hari lainnya di
bulan tersebut. Karena Rasulullah n dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin tidak
pernah melakukannya. Begitu pula tidak boleh bagi kaum muslimin untuk
mendukung dan membantu pelaksanaannya. Karena hal itu sama saja dengan
menghancurkan agama saudaranya. Bukan berarti tidak diperbolehkan bagi
seseorang untuk shalat malam pada hari tersebut. Akan tetapi
mengistimewakan hari dan malam tersebut dari hari-hari lainnya di bulan
Sya’ban untuk shalat atau ibadah lainnya bukanlah ajaran yang dibawa
oleh Rasulullah n.
Akhirnya marilah kita senantiasa berhati-hati dari jalan-jalan yang
menyimpang dari jalan Rasulullah n. Karena jalan yang ditempuh oleh
Rasulullah n dan orang-orang yang terbaik di umat ini baik dari kalangan
sahabat, tabi’in, dan yang mengikuti mereka adalah satu-satunya jalan
yang benar.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْـمُشْرِكِيْنَ.
وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْـمُوَحِّدِينَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمينَ في كُلِ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْـمُسْلِمَاتِ، وَالْـمُؤْمِنِيْنَ
وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْـمُرْسَلِينَ وَالْـحَمْدُ
لِلهِ ربِّ الْعَالَـمِينَ.